Jumat

MARXISME V

(Sumber: Dibawah Bendera Revolusi)

Jika sadar akan hal tersebut, maka mereka akan sadar pula pula akan kekeliruannya memerangi pergerakan bangsa yang berhaluan Nasionalis. Niscaya mereka ingat pula akan teladan pemimpin-pemimpin Marxis di seluruh dunia yang bekerja sama dengan Kaum Nasionalis atau Kebangsaan. Niscaya mereka ingat pula akan teladan pemimpin-pemimpin Marxis di Negeri China, yang dengan suka rela mendukung Kaum Nasionalis karena mereka sadar bahwa Negeri China itu terutama memerlukan Persatuan dan Kebebasan Nasional.

Demikian pula di negeri ini, tidaklah berguna jika Kaum Marxis itu saling bermusuhan dengan pergerakan Islam (Kaum Agamis)yang sungguh-sungguh. Tidak pantas bagi mereka untuk bersikap antikapitalis. Tidak pantas bagi mereka untuk memerangi suatu pergerakan yang dengan sikapnya anti-riba dan anti-bungan dengan begitu jelas. Dan tidak pantas bagi mereka untuk memerangi suatu pergerakan yang pro-kemedekaan, pro-persamaan, dan pro-persaudaraan yang jelas-jelas mengejar Otonomi Nasional. Tidaklah pantas bagi mereka untuk bersikap sepeti itu karena taktik Marxisme baru terhadap agama adalah berbeda dengan taktik Marxisme yang dulu. Marxisme yang sekarang adalah berbeda dengan Marxisme pada Tahun 1847 yang (dalam manifest komunis) mengatakan bahwa agama itu harus dilepaskan.

  • Kita harus dapat membedakan antara Historis Materialisme dengan Wijsgerig Materialisme.
  • Kita harus memperingatkan bahwa arti dari Historis Materialisme adalah berbeda dengan Wijsgerig Materialisme. Wijsgerig Materialisme memberi jawaban atas pertanyaan “bagaimanakah hubungan antara pikian dengan benda? bagaimanakah pikiran itu muncul?”. Sedangakan Historis Materialisme memberi jawaban atas pertanyaan “sebab apa yang menyebabkan pikiran itu muncul dalam suatu zaman?”.
  • Wijsgerig Materialisme menanyakan adanya pikiran itu. Historis Materialisme menanyakan sebab apakah pikiran itu berubah sejalan dengan perubahan zaman.
  • Wijsgerig Materialisme mencari asal mula pikiran. Historis Materialisme mempelajari tumbuhnya pikiran.

Dua paham ini oleh para musuh Kaum Marxis di Eropa, terutama Kaum Gereja, senantiasa di tukar-balikan satu dengan yang lain.

  • Dalam propagandanya, AntiMarxisme, mereka tidak henti-henti mengusahakan kekeliruan itu.
  • Tidak henti-henti mereka mengklaim bahwa Kaum Marxisme itu ialah kaum yang mengajarkan: bahwa pikiran itu hanyalah merupakan output dari otak, sebagaimana ludah dari mulut atau empedu dari limpa.
  • Tiada henti mereka menamakan Kaum Marxisme adalah suatu kaum yang menyembah benda dan berTuhankan materi.

Itulah asal mula kebencian Kaum Marxisme di Eropa terhadap Kaum Gereja, awal dari sikap perlawanan Kaum Marxisme di Eropa terhadapa Kaum Agamis. Dan perlawanan itu semakin sengit disertai kebencian yang mendalam, dimana Kaum Gereja itu menggunakan agamanya sebagai tameng untuk melindungi kapitalisme, menggunakan agamanya sebagai tameng agamanya untuk membela keperluan Kaum Atasan, mengatasnamakan agamanya untuk menjalankan politik yang sangat reaksioner.

Adapun kebencian terhadap Kaum Agamis yang timbul dari sikap Kaum Gereja yang reaksioner itu, telah dijatuhkan pula oleh Kaum Marxisme kepada Kaum Islam, yang nota bene berbeda sikap dan sifat denagan Kaum Gereja di Eropa. Disini, agama Islam adalah agama kaum bawah, yang tidak merdeka. Disana, Gereja adalah kaum atas. Tidak boleh tidak, suatu agama yang anti-kapitalisme, agama kaum rendah yang tidak medeka ini adalah agama yang mencari kebebasan serta menolak menjadi kaum bawahan. Agama yang seperti itu pasti tidak menimbulkan sikap yang reaksioner melainkan justru melahirkan suatu perjuangan, yang dalam beberapa hal, sesuai dengan perjuangan Kaum Marxisme.

Oleh sebab itu, Jika Kaum Maxisme ingat akan perbedaan antara Kaum Agamis di Eropa dengan Kaum Agamis di Indonesia, niscaya mereka akan merentangkan tangan sambil berkata: “saudaraku, marilah kita bersatu!”. Jika mereka dapat menghargai akan contoh dari saudara-saudaranya yang se-asas, yang bekerja sama dengan Kaum Islam, seperti yang terjadi di negeri lain, maka niscaya mereka akan mengikuti contoh-contoh itu pula. Dan jika mereka pada saat itu juga bekerja sama dengan Kaum Nasionalis atau Kaum Kebangsaan, maka dengan hati damai mereka dapat berkata: “kewajiban kita sudah kita penuhi”.

Dan dengan memenuhi segala kewajiban Marxis Muda tadi itu, dengan memperhatikan segala perubahan teori asasnya, dengan menjalanakan segala perubahan taktik pergerakannya itu, mereka boleh mengklaim diri sebagai pembela rakyat dengan hati yang tulus, mereka diperkenankan untuk mengatakan dirinya adalah ragi bagi rakyat.

Sebaliknya, Marxis yang ingkar akan persatuan, Marxis yang masih saja mempertahan teori dan taktik tua, Marxis yang memusuhi Kaum Nasionalis dan Agamis, Marxis yang seperti itu janganlah merasa terinjak-injak kehormatannya jika dinamakan racun rakyat.

baca selengkapnya....